Hukum Menikah dalam Kondisi Hamil

Bagikan :

Pertanyaan dari saudara Abd******* dengan alamat email abdxxxxx@gmail.com.

Assalamualaikum. Bismillah. Semoga ustadz dalam keadaan sehat beserta keluarga.
Saya ingin mengajukan pertanyaan yang sangat penting dan benar-benar mendesak.
Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik atas jawaban dan solusi yang antum berikan kepada saya, agar saya tidak jatuh pada dosa lagi.

Saya dahulu jatuh pada dosa besar yaitu zina, lalu melakukan pernikahan dengan istri saya dalam kondisi hamil anak saya. Dengan taufik dari Allah semata saya kemudian diberi hidayah dan bertobat dari perbuatan yang hina itu. Saya menyesali perbuatan tersebut serta bertekad untuk memperbaiki semua kesalahan dan dosa saya dahulu. Lalu saya berteman dengan orang-orang yang soleh insya Allah.

Pertanyaan1: Apakah pernikahan saya tersebut sah, karena saya khawatir terjatuh pada dosa itu lagi jika pernikahan tersebut tidak sah?


Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Yang dapat saya pahami bahwa pernikahan antum terjadi disaat kehamilan wanita (istri antum) tersebut diakibatkan oleh berzina, semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari perbuatan ini. Jika demikian dalam permasalahan ini sebatas yang saya tahu terdapat dua pendapat ulama:

    1. Pendapat pertama mengatakan bahwa pernikahan tersebut tidak sah karena terjadi saat wanita sedang hamil, baik hamil karena zina ataupun tidak, dan pria yang menikahi adalah yang menzinainya ataupun pria lain. Dalil mereka adalah:

      ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

      “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (Ath Thalaq: 4)

      Ayat di atas terkait penentuan batas iddah wanita yang di thalaq, yang salah satu konsekuensinya adalah tidak boleh melakukan pernikahan dengan pria lain di masa iddah. Disebutkan antara lain bahwa masa iddah wanita yang hamil adalah sampai melahirkan kandungannya.

      Pendapat pertama ini mengatakan pernikahan yang dilakukan saat wanita sedang hamil, sama seperti pernikahan di masa iddah wanita hamil tersebut, sehingga hukum pernikahannya adalah tidak sah. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Malik dan jumhur ulama, yang ditarjih oleh Ibnu Taimiyyah sekaligus  pendapat yang ditarjih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu.

    2. Pendapat kedua, pernikahan tersebut sah walaupun kondisi wanita tadi dalam keadaan hamil. Namun tidak boleh bagi keduanya melakukan jima’ atau senggama apabila kehamilan itu disebabkan oleh pria lain sampai si istri melahirkan kandungannya.

       

      Namun apabila kehamilan tersebut akibat zina dengan pria yang sama, maka boleh bagi keduanya melakukan jima’.

      Pendapat kedua ini menegaskan bahwa pernikahan seperti di atas sah hukumnya karena tidak ada dalil yang secara khusus, tegas dan jelas menyatakan pernikahan seperti di atas tidak sah. Sehingga kembali kepada hukum asal, bahwa pernikahan yang dilakukan sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuannya maka hukumnya sah.

      Pendapat yang kedua ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Imam Syafi’i dan Abu Hanifah rahimahumallahu.

Wallahu A’lam, itu yang kami ketahui, sampai saat ini kami lebih meyakini pendapat kedua. Bagi yang mengetahui dalil yang lebih kuat dari apa yang telah kami paparkan, mohon dapat memberikan faidah ilmiah, jazakumullahu khairan.

Mohon kepada antum yang terjatuh pada dosa ini agar tidak mudah bercerita kepada orang lain secara jelas dengan menyebut nama, karena itu adalah sebuah aib yang wajib antum tutupi. Barakallahu fiikum.

Loading

Bagikan :

4 thoughts on “Hukum Menikah dalam Kondisi Hamil”

  1. bismillah, afwan admin wa asatidzah, sepertinya ada salah tulis nomor ayat pada dalil yg dibawakan di pendapat pertama, tertulis ath thalaq ayat 3, yg benar ath thalaq ayat 4

    jazaakumullahu khairan wa barakallahu fiikum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.