Siapa Diantara Keluarga yang Berhak Menggantikan Puasa Orang yang Wafat

Bagikan :

Dalam artikel sebelumnya telah disebut dengan sedikit rinci tentang kondisi orang yang wafat dalam keadaan meninggalkan tanggungan hutang puasa Ramadhan atau tanggungan fidyah.

Kali ini ada sebuah pertanyaan yaitu: Siapa diantara keluarga atau ahli waris yang berhak menggantikan atau mengqada hutang puasa tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan ini kami kutipkan fatwa al-’Allamah Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua umum Lembaga Tetap Untuk Penelitian Ilmiah Dan Urusan Fatwa kerajaan Arab Saudi (1395 H – 1420 H), bersama sejumlah ulama senior yang tergabung dalam Lembaga tersebut.

فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء (ج 12 / ص 456)

السؤال الأول من الفتوى رقم ( 3122)

س 1: رجل توفيت زوجته وعليها قضاء من شهر رمضان، ما حكم القضاء عنها، ومن أحق بالقضاء: زوجها أو أولادها، وهل يجوز تجزئة القضاء على العائلة كل شخص يصوم يومًا، يعني توزع أيام القضاء على العائلة؟

ج 1: إذا كان منذ أن أفطرت الأيام من شهر رمضان لم تستطع الصيام حتى توفيت فليس عليها شيء، أما إن كانت قد من « : صحت من المرض، ولم تقض، فالمشروع لورثتها وأقاربها قضاء ما عليها من الصيام؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم متفق على صحته، ولا بأس بتوزيع الأيام بينهم » .مات وعليه صيام صام عنه وليه .وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

// عضو // عضو // نائب رئيس اللجنة // الرئيس

// عبد الله بن قعود // عبد الله بن غديان // عبد الرزاق عفيفي // عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Lembaga Tetap Untuk Penelitian Ilmiah Dan Urusan Fatwa (12/456)

Pertanyaan Pertama dari fatwa nomor (3122):

Seorang suami yang istrinya wafat sementara sang istri memiliki tanggungan hutang puasa Ramadhan

– Apa hukum mengqada/membayar hutang puasanya?

– Kemudian siapa yang paling berhak untuk menggantikan puasanya, apakah suaminya atau putraputranya?

– Apakah boleh kalau tugas mengqada hutang puasanya tersebut dibagi rata kepada semua anggota keluarga masing-masing ikut berpuasa satu hari, yakni bilangan hari hutang puasanya dibagi rata kepada anggota keluarga?

Jawaban: Jika wanita tersebut tidak mampu membayar hutang puasanya sejak dia berbuka (tidak berpuasa karena sakit) pada hari-hari bulan Ramadhan hingga dia meninggal dunia, maka wanita tersebut tidak terkenai tanggungan hutang puasa sedikitpun, tetapi apabila dia sempat sehat/sembuh dari sakitnya, namun dia tidak segera mengqada/membayar hutang puasanya (hingga wafat), maka disyari’atkan bagi ahli waris dan keluarga dekatnya untuk mengqada tanggungan hutang puasanya, hal ini berdasarkan sabda Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam –

« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ »

Barang siapa wafat dalam keadaan memiliki tanggungan hutang puasa maka wali (keluarga/ahli waris)nya yang berpuasa menggantikannya. 1

Kesahihan hadits ini telah disepakati. Dan boleh pembagian bilangan hari-hari tanggungan hutang puasa tersebut dibagi antar anggota keluarga. Dengan (pertolongan) Allah (kita memohon) taufiq, Shalawat dan salam untuk Nabi kita Muhammad beserta seluruh keluarga dan sahabat beliau.

Lembaga Tetap Untuk Penelitian Ilmiah Dan Urusan Fatwa

Ketua Wakil Ketua Anggota Anggota

Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Abdurrazaq Afifi Abdullah bin Ghadiyyan Abdullah bin Qu’ud

SELESAI

************

Loading

  1. Dalam kitab Shahihul Bukhari pada bab بَابُ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ (Bab tentang “Barang Siapa Yang Wafat Masih Memiliki Tanggungan Hutang Puasa”) hadits nomor 1952, dan dalam kitab Shahih Muslim pada bab بَابُ قَضَاءِ الصِّيَامِ عَنِ الْمَيِّتِ (Bab tentang “Menggantikan Hutang Puasa Untuk Orang Yang Telah Wafat”) hadits nomor 1147.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.