Bimbingan Ringkas Manasik Umroh – Pertemuan ke 1

Bagikan :

Pembahasan Buku :

Bimbingan Ringkas Manasik Umroh dalam Bingkai Sunnah Nabi

Karya al-Ustadz Luqman Ba’abduh hafizhahullah

Bersama al-Ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh hafizhahullah
di Masjid Ma’had as-Salafy Jember
Selasa malam 1  Jumadal Ula 1437 H – 9 Februari 2016 M

Audio Pertemuan 1: 

Ringkasan Transkrip

(Latar belakang penulisan buku)

Mengingat banyak beredarnya buku-buku manasik umroh dan haji di tengah masyarakat dalam bahasa Indonesia yang masih tercampur aduk antara amalan-amalan yang sunnah dan amalan-amalan yang bid’ah. Maka kita terpanggil untuk berta’awwun dengan umat Islam secara umum terkhusus para calon jama’ah umroh dan juga jama’ah haji untuk mengenali ibadahnya yang akan mereka lakukan sesuai bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah sebatas kemampuan yang ada.

Buku ini tersusun dalam beberapa bab. Pada masing-masing bab mengandung beberapa pembahasan.

======

  • Kata pengantar dari penulis
  • Muqaddimah

Bab yang pertama

  1. Hukum Ibadah umroh
  2. Fadhilah Ibadah Umroh

Bab kedua

  • Jenis amalan-amalan yang tergolong rukun umroh dan yang bersifat wajib

Bab ke Tiga

  1. Ringkasan Urutan Manasik Umroh
  • Apa saja yang dilakukan di Miqat
  • Di masjidil Haram
  • Saat thawaf
  • Saat Sya’i
  • Dan At Tahallul
  1. Pembahasan tentang thawaf wada’

Bab ke Empat

Terkait amalan-amalan dan perilaku yang dilarang saat melakukan umroh.

Bab ke Lima

Terkait berbagai bid’ah dan kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan Umroh terbagi dalam tujuh jenis :

  1. Bid’ah dan kesalahan sebelum memulai Ihrom
  2. Bid’ah dan kesalahan yang terjadi sesampainya di Miqot
  3. Bid’ah dan kesalahan yang terjadi ketika tiba di Makkah
  4. Bid’ah dan kesalahan yang terjadi ketika melaksanakan Thawaf
  5. Bid’ah dan kesalahan yang terjadi ketika Sya’i
  6. Bid’ah dan kesalahan yang terjadi ketika Tahallul
  7. Bid’ah dan kesalahan yang terjadi ketika di Kota Madinah

Bab ke Enam

Beberapa do’a dan dzikir yang patut dibaca saat umroh di masjid Makkah atau Madinah.

======

Dalam pengantar, disebutkan bahwa buku ini walaupun bersifat ringkas, namun kami sangat berharap dapat menjadi pedoman bagi saudara-saudara kami kaum muslimin terkhusus yang akan menunaikan ibadah umroh. Sehingga pelaksanaan ibadah umroh yang akan dilakukannya sesuai dengan bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah dengan cara pemahaman dan pengamalan generasi shalafush shalih yaitu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan harapan jamaah manasik umroh dapat melakukannya sesuai dengan perintah Nabi shallallalhu ‘alaihi wa sallam :

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

“Ambillah tata cara manasik kalian dari tata cara manasikku” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa-i dan  Ibnu Majah)

Hadits ini diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu.

Walaupun tulisan ini bersifat ringkas, kami berusaha untuk tetap menyebutkan dalil-dalilnya baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah atau pernyataan para ulama, tentunya sebatas kemampuan.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk pertanggung jawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian pertanggung jawaban di hadapan para pembaca, bahwa amalan yang disebutkan pada setiap poin-poin yang ada di buku kecil ini berdasarkan dalil. Ini alasannya.

Alasan kedua juga dalam rangka mendidik dan membiasakan diri kita semuanya, diri penulis dan pembaca kaum muslimin semua untuk selalu menyandarkan setiap ibadah yang dilakukannya kepada tuntunan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang sesuai dengan pemahaman dan penerapan generasi salaf.

Sehingga tidak ada lagi seorang jamaah umroh atau jamaah haji yang melakukan prosesi ibadahnya berdasarkan taqlid mazhab atau ashobiyyah atau berdasarkan adat istiadat atau apa yang dipandang baik oleh logika, tidak, (namun harus) berdasarkan dalil Al Qur’an dan As Sunnah.

Tentu tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan sebagaimana kekurangan dan kealpaan yang banyak didapati pada penulisnya, namun tentunya saya berharap kepada seluruh yang membacanya jika mendapati kesalahan pada tulisan ini untuk sudi kiranya memberikan masukan dan kritikan yang membangun yang positif dan sekaligus saya beristighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika jatuh pada kesalahan-kesalahan tersebut. Itu kata pengantar.

Dalam muqaddimah disebutkan bahwa tujuan penulisan ini adalah agar amalan setiap calon jamaah haji dan umroh benar-benar di atas Sunnah, sehingga benar-benar amalan-amalan tersebut menjadi amalan maqbuulan, yang  diterima di sisi-Nya, karena amalan ini (merupakan) amalan yang membutuhkan tidak hanya perjuangan fisik, tapi juga pengorbanan harta yang tidak sedikit jumlahnya.

Sayang sekali ketika ternyata amalan tersebut tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik karena faktor niat yang bukan karena Allah (tidak ikhlas) atau karena faktor yang tidak mengikuti bimbingan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga dia terancam dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْه ِأَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalan itu tertolak.” (Muttafaqun ‘alaihi, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Kemudian bab yang pertama adalah hukum dan fadhilah ibadah umroh

Ada beberapa pendapat dalam permasalahan ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum ibadah umrah adalah wajib bagi yang telah mampu sama seperti ibadah haji. Hanya saja bedanya kalau ibadah haji adalah rukun dari rukun Islam yang ke lima.

Barangsiapa yang meninggalkan haji dalam keadaan dia mampu maka dia berdosa, begitupula dalam pendapat yang pertama ini bahwa umroh hukumnya wajib untuk yang pertama sebagaimana ibadah haji.

Pendapat ini adalah pendapat yang dipilih Al Imam Al Bukhari rahimahullahu ta’ala. Di dalam shahihnya beliau meletakkan bab : Tentang Wajibnya Umroh dan Keutamaannya.

Pendapat ini juga dari kalangan sahabat dipilih oleh  Abdullah Umar dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Juga dari kalangan Tabi’in Al Imam Atha’, Thawus, Mujahid, Al Hasan al Bashri, Ibnu Sirrin. Kemudian dari ulama setelahnya adalah imam Syafi’i dan Ahmad.

Kemudian Ulama berikutnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu, kemudian Asy Asyaikh Al ‘Alamah Asy Syinqithi dan Syaikh Al ‘Alamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahumullahu jami’an yang mereka berpendapat bahwa umroh adalah wajib. Dalil mereka adalah :

 

  1. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :

يَا رَسَوْلَ اللهِ، هَلْ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ؟ قَالَ: جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيْهِ، اَلْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ

“Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Beliau menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umroh.” (HR Imam Ahmad, Ibnu Majah dan  dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullahu dalam kitab Irwa’ul Ghalil)

  1. Atsar dari Abdullah bin Umar Ibnu Al Khatthab. “Tidak ada suatu kewajiban atas hamba-hamba Allah (terkait kedantangan ke masjidil haram) kecuali haji dan umroh. Dua amalan ini adalah wajib atas yang mampu untuk melakukannya. Barangsiapa yangkemudian  melakukan umroh berikutnya atau haji berikutnya maka itu adalah suatu amalan tathawwu’. (HR. Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Daruquthni, Al Hakim, Al Baihaqi )
  2. Astar dari Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Ad Daruquthni dan Al Hakim serta Al Baihaqi beliau mengatakan : “Umroh hukumnya wajib sama seperti wajibnya haji bagi yang mampu melakukannya.” 
  3. Juga diriwayatkan dari dari Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Al Imam Abi Syaibah, Ad Daruquthni dan Al Hakim serta Al Baihaqi beliau mengatakan : “Bahwa hajid an Umroh, keduanya wajib atas seluruh manusia (dalam batasan kemampuan untuk melakukannya). (Juga di riwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari secara Mu’allaq dari Ibnu Abba. Juga di riwayatkan dari Ash Shahabil jalil Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As silsilah Adh Dhoifah bahwa pernyataan ini Mauquf dari Zaid bin Tsabit.
  4. Abu Razzin Al Uqaili radhiyallahu ‘anhu beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يا رسول الله أن أبي شيخ كبير لا يستطيع الحج ولا العمرة ولا الظعن قال حج عن أبيك واعتمر

“Wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku seseorang yang sudah tua renta, beliau tidak mampu untuk berhaji dan tidak mampu untuk umroh dan tidak mampu untuk bepergian, beliau bersabda : lakukanlah haji atas nama ayahmu dan lakukan umroh atas nama ayahmu”

Disebutkan oleh jumhur ulama antara lain Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Ibnu Qudamah, Ibnu ‘Utsaimin dan Imam Al Albani bahwa kewajiban ini atas orang yang mampu secara materi dan secara fisik bersifat ‘alal-faur  (segera/ tidak boleh ditunda).

Audio Lengkap :

Bimbingan Ringkas Manasik Umroh dalam Bingkai Sunnah Nabi

 

 

 

Loading

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.